Rumah Teuku Nyak Arief; Sebuah Kompromi Arsitektur Barat dan Timur

Oleh. Fitria Larasati


Meski berada pada jalur lingkar kampus yang menjadi akses utama menuju kampus Unsyiah dan UIN Ar-Raniry pada kenyataannya banyak yang tidak mengetahui bahwa bangunan rumah bergaya kolonial yang terletak tepat di sudut jalan lingkar kampus Lamnyong ini adalah rumah dari Pahlawan Nasional Teuku Nyak Arief. Bangunan inilah yang menjadi hunian seorang pahlawan nasional Teuku Nyak Arief sekitar tahun 1927 hingga 1946. Beberapa catatan sejarah tercipta di rumah yang memiliki 5 ruangan ini.


Sumber: Dokumen Pribadi


Bangunan ini seolah berdiri dengan sendirinya dan tertutup. Pepohonan ditanam melingkari keseluruhan tapak bangunan. Adanya Bangunan-bangunan penunjang yang  mengelilingi bangunan utama menambah kesan bangunan ini berdiri sendiri dan tertutup (cluster). Hal ini mengidentifikasikan sebuah ciri bangunan Kolonial yang mengutamakan keamanan dan kemudahan dalam pengawasan.




Bagian depan dan belakang bangunan dibuat berteras dan menggunakan tangga dengan kontruksi khas belanda berupa batu-bata bersusun dua. Pembuatan teras ini merupakan respon terhadap serangan sinar matahari dan hujan, sehingga ketika jendela-jendela ruangan dibuka maka ruang-ruang tersebut dapat terlindungi dari sinar matahari langsung maupun tempiasan air hujan. Model rumah panggung dengan teras bertangga merupakan adopsi rumah panggung dari rumah tradisional Aceh. Inilah yang disebut bahwa wujud arsitektur tradisional Belanda di Indonesia merupakan wujud yang spesifik. Wujud atau bentuk yang berbuah dari hasil kompromi antara arsitektur modern yang berkembang di Belanda dan elemen-elemen tradisional setempat yang berpijak pada iklim tropis basah di Indonesia.

Pola ruang yang berbentuk simetris dengan lubang angin pada tiap kamar serta bentangan yang tidak terlalu lebar dibuat untuk memudahkan pengontrolan udara dalam ruangan. Ventilasi silang ini diharapkan dapat menghalau panas berlebih atau dingin berlebih agar tidak berlama-lama menetap di dalam ruangan.  

Sumber: Dokumen Pribadi

Rumah ini dibangun di atas halaman yang cukup luas, bagian depan rumah langsung menghadap pada halaman. Bangunan penunjang yang berorientasi pada bangunan utama baris berbaris secara linier menutup bangunan utama dari pandangan jarak jauh. Hal ini melompatkan ingatan kita pada hampir jamak bangunan rumah tinggal kolonial Belanda pada jaman VOC tahun 1618-an. sebuah rumah tinggal orang Belanda bangunan utamanya akan dilingkari secara linier oleh bangunan-bangunan penunjangnya.

Bukaan pada pintu dan jendela yang lebar, adanya kolom penyangga pada bagian teras. Bentuk atap perisai dengan teras berbentuk pelana yang dihiasi Gable berbentuk segitiga. Merupakan sebuah ciri dari arsitektur Belanda yang dipengaruhi arsitektur Eropa secara keseluruhan pada masa itu. Konsol atau ukiran yang berbentuk Dentils mengelilingi tritisan pada keseluruhan rumah. Konsol  merupakan hasil adopsi dari arsitektur vernakuer Belanda.

Karenanya memasuki Rumah ini kita akan dibawa pada pengenangan sejarah masa lampau nusantara. Jika didalami tiap pergolakan dalam perkembangan arsitektur nusantara akan sangat dipengaruhi oleh situasi yang telah bergolak dalam waktu; sosial, ekonomi dan politik. Setelah pernah dialih fungsian menjadi perpustakaan adat dibawah asuhan Universitas yiah Kuala kini bangunan ini tengah dalam masa perbaikan yang nantinya akan digunakan sebagai rumah tinggal bagi keluarga turunan T. Nyak Arief.

Dalam perbaikan ini, pola ruang, jendela, pintu dan konsol dibiarkan tetap seperti semula. “Ini bangunan bersejarah, tidak akan kami ubah-ubah” tukar pak T. Zukfri yang saat itu sedang berada  tempat sebagai pengawas dalam perbaikan rumah T.Nyak Arief. yang menjadi fokus pemugaran adalah menjadikan bangunan ini kembali terlihat kokoh. 

Dinding yang saat sebelum dipugar terbuat dari Kayu Meranti setebal 2,7 cm merupakan dinding hasil perbaikan yang dilakukan Oleh Unsyiah pada saat bangunan ini masih menjadi pustaka adat. Saat ini, kayu Meranti sedang dalam proses pergantian dengan kayu setebal 4,7 cm yang merupakan kayu kualitas nomor satu di Aceh. Kusen jendela juga diganti akibat kusen yang sebelumnya telah mengalami kerusakan.
Sumber : Dokumen Pribadi

Pada bagian dalam. Tiap jendela kecuali yang terdapat di ruang depan dilapis oleh kaca yang bisa dibuka-tutup, hal ini diperuntukkan untuk menghalau udara yang masuk dan keluar. Karena dalam penyegarannya bangunan ini akan dipasangkan AC (Air Conditioner). selain itu pemasangan kaca ini juga untuk Menghindari abu yang masuk dari sirip-sirip jendela ke dalam ruangan serta menghalau polusi suara yang terus berseruan di sekitar rumah.

Kaca yang dibuat bisa buka tutup pada bagian bawahnya juga didesain untuk tetap menghargai kekayaan nilai pada rumah ini. dengan bukaan yang yang ada interaksi antara penghuni di dalam rumah dengan lingkungan luarnya tetap bisa terjalin.

Terahkhir, sebelum saya meninggalkan Rumah Teuku Nyak Arie ini, saya diberikan peutuah oleh Bapak  T. Zufri yang merupakan turunan dari T.Nyak Arif “ada satu yang tidak bisa kita tahan, itu dia waktu yang berjalan maju ke depan. Tua, renta, pensiun seperti saya akhirnya menjadi keharusan. Sejauh apapun kita berjalan Nak. Kembali pulang ke rumah asal di waktu tua kita adalah sebuah pilihan yang menyenangkan.”

Komentar

  1. itu juga yang saya tidak tau pak, hehe... belum teridentifikasi pak, mungkin bapak tau? tp yang saya pernah baca kebanyakan rumah yang diperuntukkan untuk bangsawan asli sudah dibuat desain bahkan detailnya oleh arsitek dari Belanda masa itu ya pak? katanya sih dipelopori sama Kantor Hulswit, fermont & Ed Cuypers... hehe begitukah pak?

    BalasHapus
  2. Great. Arsitektur bukan mencoba merusakkehidupan yang sudah ada, namun selalu mencoba memperbaharui yang sudah ada. "Saya baru tau itu rumah T. Nyak Arif",,
    ---new one for me, Tq kak..

    BalasHapus
  3. Sama-sama Reza, terimakasih sudah membaca tulisan ini :D

    BalasHapus
  4. Wah, beruntung seminggu lalu sholat di Mesjid Putih dan diberitahu kalau ini rumahnya Pahlawan Nasional..
    Izin masuk kedalam pake surat Penelitian ya kak? :D

    BalasHapus
  5. kebetulan kemarin gak rif, modal nekat aja... hehe... kl kemampuan berkomunikasi arif yakinlah kk jgn2 arif boleh tinggal di situ, hehe

    BalasHapus
  6. wah warna rumahnya sudah begini kagh laras, dulu sebelum balik ke palembang bangunannya cat putih dan halamannya sedikit kurang terawat. tapi memang begini sekarang ya? wuahhh tambah cantik berarti

    BalasHapus
  7. ia kak dea, tp lupa nanya juga kak apa nanti mau dicat lg rumahnya, hehe... tp kayu sebagus itu sayang kl dicat ya kak, hehe... yang punya rumah udah pada tua kak, jadi udah pda balik ke BNA katanya :D

    BalasHapus
  8. bagus tulisannya, terutama d pargraf k 11 ya. sebelum saya meninggalkan Rumah Teuku Nyak Arie ini, saya diberikan peutuah oleh Bapak T. Zufri yang merupakan turunan dari T.Nyak Arif “ada satu yang tidak bisa kita tahan, itu dia waktu yang berjalan maju ke depan. Tua, renta, pensiun seperti saya akhirnya menjadi keharusan. Sejauh apapun kita berjalan Nak. Kembali pulang ke rumah asal di waktu tua kita adalah sebuah pilihan yang menyenangkan.”, sbelumnya pak T.Zufri ni kmana ya, merantau k pulau Jawa? seperti ank veteran2 lainnya.. jdi penasaran.. hehe

    BalasHapus
  9. ia, bapak itu katanya dulu di Jakarta, dan baru setelah pensiun ini pulang ke BNA lagi... terimakasih sudah membaca :D

    BalasHapus

Posting Komentar