"Character" sebagai Fokus yang Terlupakan

Negeri elok yang terbentang sepanjang khatulistiwa ini bagai buah simalakama bagi penduduknya, bayangkan di tengah melimpahnya hasil alam dan jumlah manusia yang berjumlah 240-an juta, kian hari kesejahtraan dan keadilan bak jauh panggangan dari api.
Hutan dan pohon-pohon dibabat nyaris habis. Minyak, tembaga, batu bara, emas terus di kuras sebisa mungkin, benarlah yang di katakan Mahatma Gandhi ''Bumi ini cukup untuk tujuh generasi. Tapi tidak cukup untuk tujuh pengusaha serakah.'' Akan tetapi benarkah semata karna pengusahanya serakah negri ini terus di rundung kemelaratan?

Mengikuti berita beberapa waktu kebelakang, hampir setiap hari kita menyaksikan ada saja pejabat atau mantan pejabat dari berbagai institusi baik legislatif, eksekutif serta yudikatif terjerat berbagai kasus, mulai dari kasus korupsi, penipuan hingga seksual. Sungguh hal ini sangat miris bagi ibu pertiwi yang terkenal karena kebaikan tingkah dan geraknya.

Sebenarnya ada apa dengan negri ini?? Ada apa dengan bangsa ini??

Menjawab pertanyaan inipun memiliki tingkatan berfikir yang unik, ada orang-orang di bangsa ini yang memilih mengetahui saja, ada yang mendengar dan kemudian lupa serta sedikit sekali yang mengetahui dan coba melakukan perbaikan seperti kata-kata yang sering di ungkapkan seorang guru pada muritnya: I see I know. I hear I forget. I do I understand
.Bagai menekuni olah raga, semua orang bersepakat bahwa berolahraga itu baik, namun yang betul berolah raga hanya sedikit, ketika berolah raga bukan hanya kesehatan yang didapat akan tetapi bahwa tiap keringat yang keluar akan menghadirkan sensasi luar biasa.

Dalam kehidupan negri inipun demikian, I do I undertand hanya dinaungi sedikit sekali manusia, namun yang sedikit inipun mengalami sensasi-sensasi yang mendebarkan, dalam beberapa waktu terakhir tak jarang terdengar yang terjerat berbagai kasus adalah mereka yang ketika masa mudanya dulu menyuarakan kebenaran, aktivis yang mengeluarkan keringatnya untuk kesejahtraan negri ini, pemuda-pemuda yang pada punggungnya harapan kemajuan negri ini digantungkan. namun, hari ini mereka lupa, terlalu lalai dengan sensasi-sensai yang meng-distorsikan prioritas awal mereka.

Mungkin inilah kekhawatiran Bapak Bangsa kita M. Hatta: ''bila ada orang Indonesia yang cerdas, tapi tidak bisa mengisi kemerdekaan, alangkah sia-sianya. Tetapi tidak apalah, karena minimal Indonesia punya satu anak negri yang cerdas.''

Cerdas namun tak bisa mengisi kemerdekaan dapat diartikan sebagai cerdas namun ia tidak memahami di mana kecerdasannya harus diletakkan, dan bagaimana kecerdasannya ini bisa bersinergi dengan gerak bangsa ini. Untuk mengsinkronkan ini semua kemudian muncul kata yang saat ini begitu sering kita dengar yaitu kata karakter, negri ini diperjuangkan dengan nilai-nilai karakter yang begitu elok, namun kemana karakter ini pergi? Kita bagai lupa kacang akan kulitnya, dengan mudahnya melupakan nilai-nilai arif bangsa.

Karakter ini akan menjadi sangat penting dengan menyaksikan kalimat Ahyudin, Komandan ACT (Aksi Cepat Tanggap): ''tidak ada zaman di Indonesia yang lebih banyak doktor dan profesor, yang lebih banyak ahli, dan yang lebih banyak jumlah pengusahanya, kecuali di era sekarang ini. Namun mengapa kemiskinan makin menjadi, makin meluas, dan makin mendalam?''

Disinilah karakter ini berperan penting dan sangat vital, karakter yang berasal dari kosa kata bahasa Inggris character yang berarti tingkah laku merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang anak manusia. Tingkah laku ini merupakan perwujudan dari kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya mengembangkan amanah dan tanggung jawab. (Erie Sudewo:2011). Karakter adalah ruh, pondasi, pijakan dari kompetisi.

Sebagai pondasi apapun bangunan yang akan diletakkan di atasnya pondasi tetap menjadi tahapan awal proses pembangunan ia tetap sebagai kekuatan utama untuk meneruskan beban bangunan diatasnya. Meski jika berbicara tentang karakter ini tentu sedikit sulit karena berkenaan dengan nilai dimana seperti pondasi nilai tidak dapat dilihat secara nyata oleh indra kita.

Bertepatan dengan momen Sumpah Pemuda sabtu lalu, kita dapat mengukur bagaimana karakter ini berpaut pada diri pemuda zaman ini dan pemuda zaman dulu (pemuda-pemuda yang menggerakkan Sumpah Pemuda ini). Sudah lama dalam kondisi terjajah para pendulang kemerdekaan negri ini yang terdiri dari gerakan kepemudaan yang digagas oleh Muhammad Yamin tetap memiliki karakter kuat tentang negri meredeka bernama Indonesia di bawah payung  Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) para pemuda bangsa ini  bersatu dan bergegas mengorbankan segala yang dimiliki untuk Indonesia.

Para pendahulu kita memahami karakter dari kesungguhan mereka memahami cita-cita yang agung berupa kesejahteraan rakyat yang hanya akan bisa dicapai dengan memerdekakan bangsanya. Namun pemuda hari ini bahkan tidak tau apa visi dari negrinya dan bagaimana kondisi negaranya.

Untuk membingkai runutan masalah bangsa ini yang juga menyeret-nyeret pemuda sudah semestinya bangsa ini menerapkan karakter sebagai titik fokus dalam pengembangan nilainya, dengan menyandingkan kompetensi (kecakapan) dan karakter yang teraktualisasikan dalam tiap perbuatan akan tercadi perpaduan unik yang begitu memesona, generasi muda cerdas dan berbudi baik.

Energi atau aksi yang muncul nantiya adalah semangat untuk meningkatkan kecakapan yang dilandasi oleh semangat berbuat baik, Erie Sudewo dalam bukunya Character Building memaparkan bahwa karakter dasar dalam diri manusia harus diwujudkan dalam tiga hal pertama tidak egois, kedua jujur, ketiga disiplin.

Pembinaan karakter ini harus dimulai dari hal-hal pembiasaan cara hidup yang  baik nilai karakter dasar di atas awalnya dimulai dari pembiasaan-pembiasaan yang kemudian berubah menjadi prilaku dan membentuk karakter, dengan karakter yang kuat kita akan dapati anak bangsa yang cerdas dan berkarakter kuat. Ketika diberikan kedudukan dia tetap santun dan memahami visi, misi dari kedudukan tersebut secara menyeluruh dan tetap berbuat baik sesuai dengan tatanan nilai yang telah melekat pada dirinya.

Mengutip perkataan Soekarno “biarkan suber daya alam tetap di tanah sampai anak cucu mampu mengeksplorasi”. Hal ini menggambarkan bahwa tatanan nilai negri ini akan meningkat dengan anak negri yang cerdas dalam artian mampu mengolah sumber daya alamnya dan berkarakter dialah anak negri ini bukan bangsa lain karena yang betul-betul memahami visi misi dan seperangkat cita-cita negri ini adalah anak bangsanya.

Komentar