Kritik Arsitektur Gedung Walikota Banda Aceh


Kesan “Difference”

Bangunan yang didominasi kaca dengan skala yang cukup fundamental ini terlihat begitu berbeda. Bentuknya yang tidak konstektual dengan bangunan yang ada di sekelilinya serta fungsi bangunan sebagai kantor yang biasanya begitu erat dengan hirarki kaki, badan dan kepala dibungkus atap pelana segitiga tidak terlihat pada bangunan ini.

Disambut air mancur yang mengalir di depannya seolah mampu mengarahkan pandangan tiap orang yang melewatinya untuk fokus memerhatikannya saja. menghadirkan kesan unik tersendiri bagi mata yang melewatinya. Ia terlihat begitu menarik dibungkus material pabrikan baru, warna yang berkesan modern dan permainan bentuk yang tidak biasa seolah memunculkan kata “Difference”. “Difference” yang memberi kesan hadirnya ruang perasaan baru bagi masyarakat dalam kawasan kota Banda Aceh. Sebagai serpihan dari ragam bangunan yang sedang “In” di dunia.

Kesan unik ini juga bisa jadi muncul akibat “cultural shock” dimana bangunan yang demikian awalnya hanya bisa dinikmati di TV, majalah dan media dua dimensi lainnya. Kini hadir di hadapan masyarakat kota Banda Aceh.

kata “Difference” sendiri oleh Derrida (filsof dan ahli bahasa) yang mencetuskan teori dekontruksi meletakkannya sebagai syarat dalam mecapai dekontruksi. Ia beranggapan bahwa “Difference” itu hasil semua perbedaan yang menjadi syarat bagi penimbulan setiap makna dan setiap struktur. Perbedaan membuka kesempatan bagi pemunculan arti baru dan susunan baru suatu teks (kumpulan kata-kata).

Karenanya kehadiran bangunan ini mungkin saja mengawali era penafsiran-penafsiran baru bagi warga Banda Aceh terhadap keragaman bangunan yang ada di Banda Aceh. Desain yang “Difference” ini sangat kental dengan gaya futuristik. Sebuah gaya arsitektur yang berkembang dari Italia. Dimana titik fokusnya adalah meninggalkan masa lampau dengan ide spektakuler untuk masa depan.

Antara “In” dan “Local Wisdom”
Gaya bangunan yang sedang “In” ini hakikatnya adalah pengulangan yang terjadi ketika International Style merambah banyak kota-kota di seluruh dunia, tapi dengan skala yang lebih luas. Bangunan yang berdiri di sana tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan sekitar. Pada saat-saat seperti itulah, muncul gerakan arsitektur kontekstualisme. Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya.


Istilah ”kontekstual” bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi keterkaitan. Dengan kata lain konstektual bisa diartikan adanya keterkaitan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Arsitektur, sebagai bagian dari sebuah proses perencanaan dan perancangan, perlu memperhatikan keterkaitannya dengan lingkungan, budaya, gaya regional, karakter masyarakat, sejarah, dll. (Masdar:2011)


Bangunan minim ornamen dan berbahan dasar material pabrikan berteknologi tinggi yang terdapat di gedung walikota Banda Aceh ini didoinasi oleh lembaran-lembaran kaca yang lebar mirip dengan bangunan kaca pertama sebagai penanda bangkitnya arsitektur modern “Crystal Palace” Dengan bentuk barunya bangunan ini mendapatkan sanjungan sekaligus kritikan. Kesan futuristik yang unik memberikan ruang kritik pada sedikitnya perhatian bangunan dengan kearifan lokal yang ada.


a. Iklim
Banda Aceh dengan iklim sub tropis lembab yang mendapatkan sinar cahaya matahari hampir selama 12 jam setiap harinya dan secara terus menerus selama setahun. Membutuhkan adanya bukaan/ ventilasi vertikal untuk mengurangi panas dalam ruangan. Bangunan yang terkesan besar dan terbuat dari lapisan kaca ini tidak memiliki ventilasi yang memadai hingga diperkirakan akan menggunakan “air conditioner” sebagai pengontrol penghawaan dalam ruang.

b. Kawasan
Bangunan ini terletak pada kawasan sejarah. Di daerah Keraton yaitu bagian dari kerajaan Sultan Iskandar Muda dulunya. Di depannya terdapat Taman Sari yang merupakan taman bermain bagi keluarga kerajaan dan pada masa Noni-noni belandapun demikian.

Kehadiran bangunan yang sangat berbeda ini memberikan kesan “melupakan sejarah” yang begitu kuat.

Padahal Menurut Rossi, kota adalah locus of the collective memory. Rossi melihat bentuk arsitektur dan struktur ruang kota adalah sesuatu yang niscaya dan perlu dilestarikan.  Rossi meyakini adanya otonomi order arsitektur dan menekannkan arti penting  dari monumen dan penghayatan ruang.  Rossi kemudian mengekspresikan pembangunan kota melalui proses analisis tipo morfologi yang dipengaruhi pemikiran strukturalisme Levi Strauss.  Ia mengemukankan hipotesisnya tentang anologies cities.  Mendisain dengan analogi berarti meminjam bentuk kota lama dan arsitekturnya tetapi tanpa makna lama, karena makna  telah berubah sejalan dengan waktu. (K.Arif, 2006).  Di sini, konsepsi Rossi tentang arsitektur dan kota tidak tercermin dari citra yang ditampilkan bangunan kantor walikota baru ini.  Bentuk bangunan memang tidak mangacu pada karakter kawasan dan situs disekitarnya, malah merujuk pada karakter bangunan yang tidak berakar pada tradisi tempatan. (Masdar:2011)
Sebuah Usaha pendekatan Budaya
Bangunan yang terlihat begitu berbeda ini. Berusaha mendekatkan jarak yang jauh itu dengan citra kota Banda Aceh sebagai Bumi Serambi Mekkah melalui meletakkan kubah yang terdapat di atapnya. Kubah yang menggambarkan semiotika simbolik pada citra Islam. Namun, lokasi tapak yang tidak begitu luas. dan dihimpit beragam bangunan di samingnya melunturkan kesan kubah ini. 
Kubah yang tidak terlihat dengan jelas dari jarak yang biasa digunakan para pengendara yang memandang ke bangunan ini. Sehingga kubah yang pada fungsi awalnya membantu struktur untuk bentangan yang lebar. Pada bangunan yang kubahnya dibuat sebagai artificial inipun tak bisa dinikmati oleh orang banyak dan dirasa sangat berlebihan.
Kesimpulan
Sebuah karya arsitektur secara alamiah akan menuai pro dan kontra. Kehadiran bangunan yang tidak konstektual pada wilayah yang kental dengan nilai-nilai kebudayan sangat menuai perbedaan pandangan.


Kontekstual berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Kontekstual hakikatnya adalah mengkaitkan dengan banyak hal disekitarnya.  Ia  adalah usaha menghadirkan arsitektur yang berpijak pada bumi.  Menghimpun segenap potensi positif setiap tempat.  Ia adalah arsitetkur yang membumi. Semacam Genius Loccci kata Noberscultz. Membumi artinya menghubung-kenalkan tradisi, dan tapak tempat ia berdiri. (masdar: 2011)


Komentar

  1. Ulasan yang menarik dan membuka cakrawala dalam melihat fenomena yg ad.

    BalasHapus
  2. bisa dimasukkan ke koran,,

    BalasHapus
  3. bagus artikel tentang arsitekturnya....kritiknya tentang bangunan ini saya setuju sekali

    BalasHapus
  4. bagus laras.. kenapa gk dikirim ke serambi??

    BalasHapus
  5. "cultural shock"--- hahahahhahaha...... sepp

    blog walking
    artpoe-studio.blogspot.com

    BalasHapus

Posting Komentar