Beasiswa Rokok, Ngejebak Gak?

Beberapa hari ini, beberpa teman saya yang berada dalam satu organisasi meminta saya membuatkan surat aktif sebagai anggota organisasi tersebut untuk dijadikan rekomendasi mendapatkan Beasiswa dengan slogan “come and join us, generasi yang membanggakan”. Dalam satu diskusi dengan seorang ahli Fiqih saya pernah menanyakan hal ini. Dan beliau jelas sekali menjawab bahwa hal ini haram. Karena uang yang bersumber dari penjualan sesuatu yang sifatnya haram akan tetap haram. Yang membuat saya tercenung dan sangat merasakan miris adalah mereka-mereka yang meminta rekomendasi ini adalah partner kerja yang saya kenal bukan sebagai pecandu rokok.

Di tengah toko buku yang notabanenya sebagai gudang saya mendapati sebuah buku yang dibungkus apik dengan polesan bahasa intelektual yang mengangkat isu bahwa rokok merupakan budaya bangsa ini. Rokok merupakan salah satu karakter khas bangsa ini. Dahsyat sekali memang bangsa ini. Drap Undang-undang mengena tembakau bisa hilang seketika entah bagaimana caranya.

Rokok merupakan penyumbang salah satu devisa terbesar negara dengan tenaga kerja yang diserap pada bidang ini tidak sedikit. Ini yang sering dijadikan dalih. Bahkan, sebelum memutuskan menuliskan hal ini saya pernah terlibat beberapa percakapan dengan dosen dari berbagai lintas disiplin ilmu yang mendukung saja jika acara-acara di kampus disponsori oleh perusahaan rokok. But, the show must be go on. Sekarang saya pun coba mengungkapkan apa yang saya rasakan dan apa yang ada di kepala saya. Untuk hal ini, maaf bapak-bapak dan ibu-ibu saya tetap tidak setuju.

Ketika institusi pendidikan yang hakikatnya adalah dasar dari falsafah perubahan dan iron stock bagi bangsa ini mampu ditembus oleh perusahan tembakau tersebut. Maka, apa lagi yang dapat menjadi rujukan bangsa ini?


Beasiswa yang membanggakan?

Kampus kita termasuk kampus  baru dalam mengadakan program yang bekerjasama dengan perusahaan rokok ini. Sebagai sebuah perusahaan rokok yang juga menguasai masalah marketing dan advertising. Jelas saja, tidak lebih dari 5 tahun nama beasiswa inipun melambung. Seorang dengan IPK tinggi, memiliki kemmapuan leadership yang baik, dengan serangkaian tes yang ekstra ketatmenyaring orang-orang terbaik dari kampus untuk diberikan beasiswa. Setidaknya tiap tahun ada sekitar 450 orang dari seluruh universitas di Indoensia yang diberikan beasiswa. Dengan calon pendaftar lebih dari 2 ribu orang.

Membanggakan bukan?. Namun, sejak tahun 2009 kampus Universitas Indonesia (UI) dan Institute Teknologi Bandung (ITB) telah resmi mengundurkan diri dari beasiswa ini. Bahkan UI merealisasikan agenda UI bebas asap rokok dimulai dari pencoretan nama mahasiswa perokok aktif dari daftar nama penerima beasiswa. Sangat kontropersial? Bukankah tiap keputusan memang akan menuai pro dan kontra?

Menjadikan rokok sebagai bagian dari hidup masyarakat kita direalisasikan melalui pencekokan masal lewat iklan-iklan berjejer di seluruh sudut jalan dari kota hinggake desa memang kadang cukup menggelikan. Menariknya, sesuatu yang kontradiktif ini kemudian memasuki bagian yang sudah jelas posisinya. Misalnya begini, olahraga merupakan kosakata positif yang menggambarkan kegiatan olah tubuh yang bermanfaat bagi berbagai hal. Meski kata dalam ilmu linguistik awalnya bersifat netral namun, pada prakteknya kata dan ilmu pengetahuan tidak pernah akan netral. Ia pasti memihak, ya seharusnya memihak pada kebenaran. Kemudian, rokok yang bentuk aktifnya merokok merupakan sebuah kegiatan negatif yang menggambarkan aktifitas membakar uang dan  merusak kesehatan disandingkan dalam satu “hal” yang sama. Seperti acara sepak bola, bulu tangkis dan cabang-cabang olah raga lainnya disponsori oleh perusahaan rokok. Baju kaos pemainnyapun disablon merek rokok. Padahal, jelas sekali salah satu syarat menjadi atlet yang profesional adalah dengan tidak merokok. (pembohongan dalam rangka pembodohan publik).

Gurita-gurita pemilik perusahaan rokok ini memang sudah sangat berkembang di bangsa ini. Di setiap tikungan dan tempa strategis iklan rokok meraja di negara ini. Setidaknya kesadaran kita akan program pengerdilan otak ini cepat kita sadari bersama. Tidak semua orang harus setuju dengan tulisan ini. Kebetulan, saya berasal dari keluarga tanpa asap rokok, pernah ayah pulang terbatuk-batuk hanya karena ingin dianggap orang yang ramah dengan teman-temannya ia menghisap sebatang rokok dan cukup membuatnya tersiksa seharian.

Menerima beasiswa rokok?

Mikir dulu yuk...

Ketemu link ini di wallnya Kak Oca... kita lhat yuk...

http://www.youtube.com/watch?v=mgk1MIHSnT4&feature=em-hot-vrecs

Komentar