Awal Sakitnya Ibu

Almarhumah Ibu

Tahun 2008 dan 2009 lalu adalah salah satu jalan hidup yang mungkin paling mendaki dan cukup membuat ku mengambil beberapa peajaran sangat berarti dalam hidup ini.

Setelah lulus dari SMA dan mendapatkan penghargaan sebagai kakak terfavorit kategori IPA, ternyata aku tak lulus di semua tes ujian yang kuikuti. Tapi, entah kenapa perasaanku saat itu berbesar hati saja. Dalam suatu kali perjalanan menuju Banda Aceh, bahkan sempat ku katakan pada Ayah. "Yah, Laras masih kangen Ibu, gak usah tes aja boleh?" dengan rasa ke-bapakannya ayahku mengurai perasaan cemasku dengan argumentasi-argumentasi logis yang membuat hatiku tenang.

Ketika semua tak lulus, Ibu-lah yang tampak cukup terpukul. Ayah menenangkanku, aku menenangkan atau lebih tepatnya menjadi anak kecil Ibu yang mengakui sebuah kesalahannya namun tetap ingin menjadi yang tersayang di matanya. Setahun, ya hampir genap setahun aktifitasku kuhabiskan sebagai murit kehidupan. Setahun itu kupahami aku mesti dan bisa belajar pada apa saja. Tiap pagi, ku antar ibuku ke kantor menggunakan speda motor menembus embun yang terbilang cukup dingin. Untuk mengisi waktu luang aku juga berkerja sebagai guru les bahasa Inggris SD. Aku belajar banyak pada anak-anak ini. anak-anak yang begitu rajin namun teradang tidak ketulungan nakalnya.

8 km jarak dari rumahku ke kantor Ibu. Ia akan meletakkan tangan kanannya pada pinggang kananku. Terkadang, jika aku kurang stabil, terlalu ngebut dan yang lainnya. dengan Gesit tangannya akan mencubit perutku. Itu sebuah pertanda berhati-hati.

***
Hampir setahun berlalu, sebuah telpon membuat aku sekeluarga menjadi panik tidak tanggung. Ibuku yang sedang melakukan perjalanan tugas ke Banda Aceh. Dikabarkan berada di Rumah Sakit. Kata Dokter ibu terkena Stroke Hemorrahgic hingga ibu tak sadarkan diri hampir seminggu di ICU Rumah Sakit Teuku Fakinah. 

Apa yang bisa dilakukan? selain aku terus berada di sampignya dan bertilawah sebisa kesanggupanku. kuciumi pipinya, kakak perawat yang menjaga ibu di ICU itu begitu baik. Ia yang sebenarnya bertugas membersihkan badan ibuku. Namun, kuminta ia mengajariku cara-cara membersihkan ibu. menyeka keringatnya, membersihkan kotorannya, menyisir rambutnya adalah hal yang kurasa terbaik bisa kulakukan saat itu.

Kemudian ibu sadar, Namun, ia masih tak bisa menggerakkan tangan kanannya dengan baik. Ia agak menangis, terlihat di pelipis matanya keluar air mata. dengan bahasa yang sulit kupahami dan sebagian besar keluarga tak sanggup menahan air mata membuatku bertekat untuk tetap bertahan dan tak boleh ikut larut dalam tangisan ibu. Ia meminta kertas dan pulpen, ia tulis dengan tangan kirinya. "Ambil koper dan peralatan ibu Laras. di ... (ia menuliskan nama sebuah Hotel)."

Ku kecup keningnya, "Bu, sebentar lagi ibu pasti sehat. Ibu mau teh botol?" Teh botol adalah minuman favorit ibu. aku keluar dari ruangan ICU. ku jumpai ayah yang tengah sujud, bersyukur panjang sekali atas kesadaran ibu ku. ku katakan apa yang dituliskan oleh Ibu dan kutawarkan diri untuk aku saja yang pergi ke Hotel itu.

Aku memasuki hotel itu. ku tanyakan pada receptionis kamar ibuku. ternyata mereka juga mengkhawatirkan kondisi ibu. di Lantai 3, ku katakan biar saja aku yang membersihkan barang-barang ibuku sendiri. "Sebelum tiba-tiba tidak sadarkan diri ibu baru memakan buah kemudian muntah-muntah." ini pernyataan dari orang-orang yang melihat ibu sebelum jatuh. Ku amati kamar itu. Tak bisa kubendung lagi air mata yang memang telah menggantung. Masih kusaksikan limpahan bekas muntah ibu. Kopernya yang belum terkunci. Tulisan tangan kerjanya yang masih rapi di atas sebuah meja. Semua kumasukkan. Semuanya kurapikan. Kurasakan semangat kerjanya masih menggantung di harum lipatan-lipatan kertas khas tulisannya.

Ku geret koper coklat dengan dua roda itu. Ingin kubawa menggunakan speda motor saja. Namun, tidak memungkinkan. Ku titipkan barang ibu di receptionis dan sorenya barang-barang itu diangkut oleh Pak O ku, abang satu-satunya dari ibuku. mereka dua bersaudara. betapa muram wajah Pak O ku. serasa pandangan kami saling menusuk dalam sekali.

Komentar

  1. Sabar y laras...tulisannya keren...ibu adalah anugrah terindah yang اَللّهُ berikan sepanjang hidup kita...

    BalasHapus
  2. Terharu kakak bacanya de, apalagi Bapak kakak sekarang juga sedang sakit. Mohon do'anya ya de biar Bapak cepat sembuh.

    BalasHapus
  3. tetap sabar kakak :) semua ada hikmahnya. Semoga mereka yang terkasih ditempatkan disisi Allah yang paling istimewa. Amin

    BalasHapus

Posting Komentar