Meresapi Roman Bumi Manusia

Siapa tak kenal Pramoedya Ananta Toer?

"Karya-karya sastra Pramoedya yang sudah diterbitkan, harus diakui merupaka karya-karya yang kaya dengan tema dan jenis cerita. suatu waktu ia bisa masuk ke masa kecil dan bercerita mengenai peristiwa-peristiwa secara polos, khas bocah. Di waktu lain, ia pun bercerita tentang perang, perjuangan revolusi, pemberontakan, yang kadang-kadang dibawakan dalam susana heroisme dan kontemplatif. Juga tidak bisa dilupakan, beberapa karyanya penuh ironi dan sinisme tentang kehidupan pasca kemerdekaan di kota-kota besar, beberapa karyanya yang menembus jantung sejarah bangsa, serta karya-karyanya tentang hubungan cinta kasih. Adakalanya tema-tema seperti itu campur aduk hanya dalam satu karya saja. Tapi terutama, sikap politik senantiasa mewarnai seluruh karyanya. itulah sosok Pramudya dengan karya-karya fiksinya. (Dikutip dari buku Pramudya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, Eka Kurniawan: 2006)

Roman Bumi Manusia merupakan salah satu roman karya Pramudya yang cukup mengaduk, mengaduk dua sisi dan meresapi makna kenyataan hidup. Minke, tokoh utama dalam roman ini mampu digambarkan secara gamblang sebagai pribumi terpelajar yang begitu manusiawi. Ia mengakui akan kekagumannya pada Erofa, namun mencintai Jawa serta menikung pada perjumpaannya dengan Nyai Ontosoroh dan Annelis.

Konflik yang hadir seolah melompat muncul dari satu konflik ke konflik lain yang begitu menyekik asa seorang anak manusia. berseliweran dengan pandangan idealisme dan kenyataan perjalanan hidup yang kadang harus ditelusuri betul apa sebabnya, apa pengantarnya, mengapa bisa demikian adanya.

Jika Nyai Ontosoroh menjadi Nyai dari seorang Insinyur Maurits Mellema adalah membuahkan kemurkaan Nyai pada ayahnya sendiri sang juru tulis yang telah menukarnya dengan jabatan. syak wasangka 5 tahun bersama Maurtis Mellema Nyai menjadi wanita terpelajar dan menjadi satu-satunya wanita pribumi yang lihai mengendalikan perusahaan pekebunan besar. 

Konflik keluarga yang harusnya konflik kecil berkamuflase oleh tangan Pram menjadi konflik syarat politik yang menggambarkan kekejian, cinta dunia, nafsu dan segala hal yang berhubungan pada perlawanan antara pri bumi, indo dan toto.

percakapan-percapakan penuh makna dalam yang begitu menusuk. mengguncang isi kepala anak manusia yang membaca roman ini untuk ikut berpikir, bukan menebak sebuah akhir dari cerita, namun, ikut mengeluarkan ide dikepalanya untuk menyelesaikan berbagai konflik dalam cerita. 

Perlompatan raga, para tokoh; Robert, Jean Marais, dan yang lainnya begitu lihai dimainkan dari satu sudut mata ia yang menjalani. terlalu kecil seorang saya jika harus menilai karya dari Pram ini. hanya saja bukan sebatas pada perang politik dan humanisme sosialis yang terbangun disini. Namun, kepekaannya melihat apa yang dirasa penting perlu kiranya kita petik sebagai hikmah serta bekalan dalam kita belajar menulis sebuah cerita.

Sebuah percakapan antara Minke dan Magda Peters seorang guru di H.B.S yang satu-satunya menaruh perhatian besarpada Minke si Pribumi.

"Dia masih bisa lebih maju lagi. Sayang, orang semacam itu takkan mungkin dapat hidup di tengah bangsanya sendiri. Dia seperti batu meteor yg melesit sendirian, melintasi keluasan tanpa batas, entah di mana kelak bakal mendarat, di planit lain atau kembali ke bumi, atau hilang dalam ketakterbatasan alam.''

Roman ini layak dibaca, diresapi dandipelajari. sebuah karya yang menjadi hadiah Indonesia untuk dunia.

Komentar

Posting Komentar