Ritme Lambat

Awan cukup bekerja meneduhkan matahari hari ini. Teriknya tidak sampai menusuk kulit. Ramadhan ke-5. Di sudut sana ada teman-teman ku yang akan mengkhatamkan Al-Qur’an untuk ke-dua kalianya. Disisi lain, masih juga ada yang tak begerak hatinya membuka Al-Qur’an.

Siang ini aku berkunjung ke rumah salah seorang dosen yang sudah kuanggap seperti Ibundaku sendiri. Wanita kelahiran Sembilan Belas Enam Puluh Empat ini mampu membuatku duduk berlama-lama dan bahkan ketika ceritanya hampir habis kupancing lagi ia untuk bercerita. Tutur katanya rendah hati, yang ia capai menakjubkan namun hatinya tidak keras. Belakangan aku tahu ia anak dari seorang Profesor.

Salah satu kisahnya yang cukup menarik adalah mengenai RITME LAMBAT, aku tercenung oleh kemahiran ibu ini mengulas berbagai tema dengan pengetahuan yang cukup memadai. Dari gaya bahasanya yang agak bergetar, penuh fikir dan tenang. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir, kekhawatiran bahwa sebenarnya ibu ini mengidap sakit tertentu.

Akhirnya, kulepaskan juga pertanyaan itu “Maaf bu, ibu sakit bu?” aku bertanya dengan sesopan mungkin. Ia tersenyum, kemudian ia ceritakan semuanya. Mulai dari awal ia sakit hingga saat ini. Di antara sekian banyak runutan peristiwa yang ia alami hikmah RITME LAMBAT ini sangat ia tekankan padaku.

“Ketika mahasiswa Sarjana dulu, saya merasa bisa mengerjakan beragam hal dalam satu waktu. Makan, minum sambil membaca buku. Menyusun jadwal rapat dan agenda kuliah saya dalam hitungan menit. Terlambat di rapat ini beberapa menit, di sana beberapa menit. Rasanya Fitri ketika badan ini masih condong ke Barat, Kepada saya sudah condong Ke Timur. Hehehe...” ia tertawa kecil sambil berbicara dengan begitu keibuan.

“Pernah, karena sangat terburu-buru, saya memecahkan Teko saya. Kemudian, saya berpikir jika tadi saya agak lambat sedikit saja teko ini tidakkan pecah. Mungkin saya hanya butuh satu menit untuk memperlambat gerak saya. Namun, membersihkan teko adalah memakan waktu saya lebih dari 5 menit. Sejak dari situ saya berpikir Fitri. Semuanya karena kehendakNya. Jika pertemuan-pertemuan dan rencana-rencana ini dikehendakiNya maka Allah akan memudahkan segalanya.”

Kadang kita memang harus menggunakan waktu ini dengan seefisien mungkin. Namun, menjaganya dalam kadar yang tepat. Tepat memerhatikan keluarga kita, lingkungan kita, dalam bentuk apapun adalah kehendak hati. Karena fitrah hidup kita membutuhkan ruang berdiskuisi.

Kotak-kotak hidup ini kadang telah memasukkan kita pada runut hidup yang serba terbatas. hingga kita sadar dalam Ritme Lambat kita kadang mampu mencapai apa-apa lebih dari yang kita impikan. Spertinya dalam Ramadhan ini kita bisa meperioritaskan amalan silaturrahmi kita.

Semangat Ramadhan teman-teman, selamat bersilaturrahmi :D

Komentar