Jombs Galau dan Nasehat Tegar

Pasca Ramadhan teman-teman terdekat sayapun satu-persatu melepas lajang. Mau tidak mau, akhirnya kami yang belum sampai ke fase itu ikut-ikut terseret dan menjadi objek yang selalu diajukan pertanyaan “Kapan nyusul?.” Ini semua akhirnya membuat efek beruntun berupa jamaknya diskusi mengenai pernikahan terjadi di sekeliling saya.

Namun, lama-kelamaan saya mulai terlibat diskusi serius dengan bebeapa teman. Yang menarik bagi saya bukanlah isi dari diskusi itu. Namun, respon yang berbeda-beda dari teman diskusi saya. Karena, ternyata kegalauan mengenai pernikahan ini memang bukan mengenai umur. Misal, saya masih sulit membayangkan kegalauan adik letting saya yang terpaut umur 3 tahun di bawah saya namun begitu bersemangat untuk menyegerakan pernikahan.

Kemudian, ada juga yang terusik ketika ke romantisan pasangan baru diumbar-umbar ke publik. Bahkan mungkin sayapun menjadi salah satu yang dipersepsikan galau dengan taggar #empatiuntuklaras. Kebetulan, karena saya kenal orang-orang usil ini jadi saya menganggapinya sebagai candaan sederhana. Karena masih terpatri kuat bahwa dikomporin begimana juga saya yakin saja Allah punya rahasia terbaik. Namun, yang menarik adalah ketika mereka yang menganggap senasip kegalauannya dengan saya curhat pada saya. Dan wow... ini bukan perkara mudah teman.

Maka, saya ingin menulis beberapa point sederhana saja yang mungkin berlaku bagi siapa saja. Bagi yang tidak setuju tidak mengapa.

1.       Umbar foto post wed di sosmed
Saya pribadi orang yang tidak jelas-jelas menolak hal ini. Bahkan, pada acara walimahan teman-teman yang tidak bisa ikut melihat termasuk menjadi salah satu yang menodong untuk diperlihatkan fotonya. Ketika melihat foto itu biasanya yang terpintas di kepala saya “subhanallah... Ya Allah semoga keluarga mereka sakinah, mawaddah wa rahmah. Unik fotonya, yang ambil bagus.” Namun, hasil diskusi dan mengamati reaksi teman-teman saya ternyata memang ada yang sedikit terganggu. Untuk itu mungkin foto yang diupload bisa dipilih dengan tema-tema yang lebih membawa semangat positifiisme. Misal, background fotonya rumah susun atau rumah bantuan BRR tapi dengan senyum khas pengantin baru. Hihi

2.       Bully teman yang belum nikah
Sebenarnya, awalnya saya tidak begitu terganggu dengan hal ini. Kecuali, ketika beberapa kali dibully berefek pada ramainya orang yang memepertanyakan keberadaan saya bahkan ada beberpa yang menshare ke chat BBM saya mengenai tidak enaknya dibully dalam posisi ini. Awalnya candaan-candaan ini mengalir saja. Namun, lama-lama saya juga berpikir apa motivasi orang-orang yang membully ini?.

Saya berhusnuzzan bisa jadi motivasinya baik, misal ada beberapa teman saya yang terus dapat ujian dengan berganti-gantinya orang-orang yang ingin melamarnya tapi ia masih keukeh dengan jawaban “belum siap.” Tapi, orang-orang demikian juga mungkin tak banyak jumlahnya. Karena itu, akhirnya membully yang belum menikah kadang menimbulkan efek yang lebih banyak mudharatnya. Ini nyata, saya menedengar sendiri mereka yang curhat karena merasa terganggu. Karena secara manusiawi, ketika umur sudah cukup, diri sudah siap maka tak ada yang ingin menunda pernikahan. Meski mungkin ada beberapa golongan yang demikian, namun saya rasa lingkungan kita masih wajar berjalan dan tidak begitu terpengaruh dengan pemikiran-pemikirian demikian.

Malah, membully ternyata berefek langsung pada kekeruhan niat dari penikahan itu sendiri. Kan gak lucu juga kalau misalnya ornag-orang yang pada punya visi hidup jauh ke depan pada mau nikah Cuma karena “aku dibully terus sama lingkunganku.” hihi

3.       Jombs membentuk komunitas anti bully
Ini reaksi unik, ketika akhirnya mereka yang masih jomblo membuat “komunitas” yang memang besepakat menidakkan semua hal positif pada siapapun yang mengumbar kemesraan. Bahkan kadang rekasinya cukup unik karena benar-benar bersitegang urat leher. Kadang saya merasa rekasi ini cukup berlebihan. Karena bagaimanapun berita bahagia saudara kita tetaplah sesuatu yang juga membuat kita bahagia.


Whatever, saya bukanlah orang yang menentang pernikahan dini dan bukan pula yang mendukung pernikahan di kala senja. Namun, mendukung mereka-mereka yang menikah dengan matang. Ketika itu terjadi, alhamdulillah sampai saat ini, ketika teman terdekat saya. Kakak letting bahkan adik binaan sayapun yang menikah selalu saja mengharukan. Namun, akan membuat saya juga sedikit pusing ketika adik-adik yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan keganjringan berdiskusi masalah pernikahan ini. Sudah, perbaiki saja diri dulu dan yuk banyakin berbuat baik dan kegiatan-kegiatan yang fokus pada pengembangan diri.

Komentar

Posting Komentar